Minggu, 13 Juli 2014

Kisah Penyandang Difabel



PERJUANGAN SEORANG “TUNA DAKSA”
UNTUK MERAIH MIMPI
                           Cacat bukan alasan seseorang untuk tidak bisa sukses. Cacat bukan alasan untuk terus berdiam diri tanpa melakukan sesuatu apapun. Cacat juga bukan alasan untuk menjadi seorang pengemis dan hanya berpangku tangan. Cacat seharusnya menjadi sebuah kelebihan jika tahu caranya. Seorang yang cacat akan lebih banyak waktu yang bisa diberikannya untuk berpikir daripada orang yang sehat dan memiliki mobilitas tinggi. Seorang yang cacat akan menjadi sangat luar biasa jika ia bisa menggunakan kemampuan anggota tubuh lain untuk menutupi kelemahannya. Serta mempunyai semangat tinggi untuk bangkit dari keadaan yang menghambat dalam meraih impiannya. Seperti yang dilakukan oleh sahabat kita ini dalam memperjuangkan impiannya.
                           Dia bernama Ujang Hendrawan, lahir di Sukabumi, 09 September 1995 dengan keadaan fisik yang kurang lengkap dari orang normal biasanya atau biasa disebut dengan “Tuna Daksa”. Dia merupakan bungsu dari 4 bersaudara. Kakaknya, yang merupakan anak pertama dari keluarga tersebut telah menikah dan bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik yang ada di Bekasi, Jawa Barat. Sedangkan dua orang kakaknya lagi masih menjadi pengangguran karena belum bekerja. Ijazah SD yang mereka miliki tidak akan membantu apa-apa dalam upaya mencari kerja. Ayah Ujang bernama Pak Santoni yang merupakan seorang penjual sayur keliling di kampungnya, terkadang ia juga bisa menjadi buruh tani atau tiba-tiba menjelma menjadi kuli bangunan. Pekerjaan serabutan semacam itu, sudah merupakan agenda yang tidak asing lagi dalam catatan kehidupan Pak santoni. Ia menjalani dengan sabar dan ikhlas tanpa perlu berkeluh-kesah, toh tidak ada yang akan mendengar keluh-kesahnya.
                           Ibu ujang bernama Ibu Ai Maryati yang merupakan ibu rumah tangga bagi keluarga Pak Santoni sekaligus sebagai buruh tani juga, untuk membantu penghasilan yang didapatkan oleh suaminya. Dari empat orang anak tersebut, ketiga kakak Ujang terlahir dengan normal. Hanya Ujang saja sebagai anak terakhir yang terlahir dengan kondisi fisik tidak normal. Dia tidak mempunyai telapak tangan kiri, hanya memiliki sebagian telapak tangan tangan dengan dua jarinya yaitu ibu jari dengan jari telunjuk dan jari tengah yang saling melekat, serta kedua telapak kakinya hanya sebagian. Terkadang dengan kondisi fisik yang seperti ini, dia pernah menyalahkan Tuhan. Mengapa ia terlahir cacat? Mengapa ia tidak terlahir sebagai orang normal? Tetapi, akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menerima apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan kepada dirinya.
                   Bisa masuk SD dan bergabung bersama siswa-siswi yang normal
                           Ketika Ujang ingin sekolah, orang tuanya bingung mau menyekolahkan Ujang kemana. Karena sekolah-sekolah dasar yang ada di desanya tidak bisa menerima Ujang dengan kondisi fisik yang cacat. Guru-guru sekolah itu khawatir, kalau nanti Ujang sekolah dan bergabung dengan orang-orang normal, ia akan ketinggalan pelajaran karena tertinggal oleh teman-temannya yang lain. Guru-guru SD itu menyarankan agar Ujang disekolahkan di sekolah yang khusus untuk menangani orang-orang yang cacat seperti Ujang itu. Tetapi Ujang tidak mau belajar di sekolah khusus tersebut. Ia merasa dirinya bisa dan mampu belajar bersama orang-orang normal, dia tidak mau dianggap lemah oleh orang lain. Akhirnya datang juga sebuah harapan, ada tetangganya yang merupakan Wakil Kepala Sekolah SD di desanya, yang menawarkan agar Ujang bisa sekolah di Sekolah Dasar bersama orang-orang normal, dengan syarat Ujang harus melakukan tes menulis abjad dan angka-angka. Ujang sebelumnya pernah diajari menulis oleh kakaknya, berupa tulisan huruf latin, angka, dan huruf arab. Maka dengan mudah ia menuliskan abjad dan angka yang diperintahkan oleh Wakil Kepala Sekolah tersebut, bahkan ditambah bonus dengan menulis tulisan arab juga. Akhirnya ia bisa diterima dan dapat bergabung untuk bersekolah dengan teman-teman barunya yang normal.
                   Selalu berprestasi di kelas maupun di luar kelas
                           Walaupun banyak orang yang meremehkan dengan keadaan fisiknya, ternyata itu tidak menghambat prestasinya. Malah teman-temannya berdecak kagum padanya karena Ujang selalu masuk peringkat 5 besar di kelasnya sejak dari kelas 1 sampai kelas 6 SD, yang terasa susah bagi teman-temannya walaupun mereka normal. Ketika baru masuk SD kelas 1 pun, dia sudah  menorehkan prestasi yaitu juara 1 menulis “Tulisan Tegak Bersambung” di tingkat kecamatan. Padahal sangat susah untuk anak seperti Ujang mendapat juara menulis, apalagi menjadi juara 1 dan mengalahkan anak-anak yang normal.
                   Cobaan datang ketika akan melanjutkan ke SMP
                           Setelah lulus SD, orang tuanya kembali bingung. Kali ini mengenai biaya yang akan dikeluarkan nanti. Untungnya, ayah Ujang memiliki sebuah tabungan yaitu dua ekor domba. Untuk biaya masuk, perlengkapan sekolah, dan seragam sekolah membutuhkan biaya yang banyak. Maka ayahnya berencana untuk menjual kedua ekor dombanya yang telah lama ia pelihara. Namun, apa yang terjadi? Dua ekor domba yang akan dijual itu, ada yang mencurinya. Ayah ujang langsung terkejut dan lemas seketika, melihat kenyataan ini. Domba yang telah lama ia besarkannya kini hilang dalam sekejap saja. Semakin bingung lagi, memikirkan biaya untuk sekolah Ujang. Tetapi, Tuhan masih memberikan jalan, kakaknya Ujang yang bekerja di Bekasi mengirimkan uang untuk biaya Ujang masuk sekolah dan segala keperluannya. Akhirnya Ujang dapat sekolah dan terus berjuang untuk mewujudkan mimpi dan cita-citanya.
                   Membantu menjual gorengan dan menjadi kuli bangunan
                          Pada kelas VIII SMP dia ikut membantu pamannya untuk menjual gorengan ke tetangga-tetangga sekitarnya sebelum ia berangkat ke sekolah, yaitu mulai dari setelah salat subuh sampai pukul 06:30 ketika ia akan berangkat ke sekolah. Sedangkan setelah pulang sekolah, ia membantu ayahnya bekerja menjadi kuli bangunan. Dia membantu membuat campuran semen dan pasir, serta memplester tembok. Ia bisa melakukannya karena sebelumnya ia telah diajari oleh ayahnya. Uang hasil dari menjual gorengan dan membantu ayah bekerja, bisa ia pakai untuk menambah pundi-pundi uang saku dan membeli perlengkapan sekolah yang harus diganti. Pekerjaan tersebut dilakukannya sampai ia lulus dari SMP. Selama di SMP, prestasinya pernah menurun ketika baru masuk kelas VII, dia hanya meraih peringkat 6 di kelasnya. Tetapi mengalami peningkatan drastis setelah ia naik kelas. Di kelas VIII dan kelas IX ia selalu menduduki peringkat pertama di kelasnya.
                                       Setelah lulus dari SMP dengan nilai Ujian Nasional yang cukup memuaskan dan asli tidak menyontek, Ujang sempat bingung ingin melanjutkan SMA kemana. Semua SMA di sana membutuhkan biaya, apalagi kalau masuk SMA harus melanjutkan kuliah yang pastinya akan memerlukan biaya lebih besar lagi. Sehingga ia mengurungkan niatnya untuk melanjutkan ke SMA. Ia mendengar kabar bahwa ada SMK dengan jurusan pertanian. Kalau untuk jurusan tersebut, ia optimis bisa! Karena dia bisa mencangkul dan bisa melakukan kegiatan pertanian lainnya, sehingga ia berkeinginan untuk melanjutkan ke SMK Pertanian. Tetapi, ia urungkan kembali mengingat biaya SMK itu terlalu mahal bagi keluarganya, apalagi untuk biaya-biaya prakteknya.
                   Sebuah titik terang dalam kehidupan
                           Ketika siswa-siswi kelas IX SMP berkumpul untuk ditanyakan mengenai rencana mereka melanjutkan ke SMA, Ujang hanya bisa menatap awan dari kaca jendela dan menerawang jauh ke langit sana dengan tatapan kosong yang penuh tanda tanya. Saat gurunya menanyakan kepada Ujang tentang rencana melanjutkan SMA, Ujang bingung harus menjawab apa.
                           “Ujang, setelah lulus SMP, kamu mau melanjutkan kemana?” Tanya gurunya.
                           “Enggak tahu Pak! Semua SMA dan SMK memerlukan biaya banyak, apalagi dengan kondisi saya seperti ini.” Jawab Ujang.
                           “Kamu enggak lihat di papan pengumuman yang ada di perpustakaan. Di situ ada informasi mengenai beasiswa SMA dan asrama gratis selama tiga tahun dari Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, tempatnya di Kabupaten Bandung Barat. Serta biaya makan juga ditanggung selama tiga tahun penuh, nama sekolahnya BINA SISWA SMA PLUS CISARUA Provinsi Jawa Barat. Kamu bisa lihat dan ikut daftar ke sana.”
                           “Wah, yang benar Pak! Tapi apakah di sana mau menerima siswa seperti saya?”
                           “Coba saja, siapa tahu kamu bisa lulus dan diterima!”
                           “Terima kasih atas informasinya Pak.”
                           Setelah dilihat, Ujang tersenyum bahagia. Akhirnya ia punya kesempatan untuk melanjutkan sekolahnya. Esok harinya ia meminta bantuan kepada gurunya untuk membantunya dalam melengkapi persyaratan berkas administrasinya. Setelah persayaratan administrasi lengkap, barulah ia mengirimkan berkas pendaftaran tersebut. Kini ia tinggal menanti panggilan melalui telepon. Seminggu setelah pengiriman berkas, ia mendapat panggilan lewat telepon kakaknya yang menyatakan bahwa ia telah lulus berkas administrasi, selanjutnya ia harus pergi ke Bandung untuk mengikuti tes selanjutnya.
                   Mendapatkan beasiswa
                           Ia bersyukur sekali, karena tahap seleksi administrasi telah ia lewati. Kini tinggal melewati tahapan berikutnya yaitu menjalani serangakaian tes yang akan ia hadapi, diantaranya : tes akademik, tes kesehatan, dan tes wawancara. Ia berangkat ke Bandung dengan diantar guru pendampingnya sampai akhirnya tiba juga di BINA SISWA SMA PLUS CISARUA Provinsi Jawa Barat, yang terletak di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Tes akademik dan wawancara yang ia jalani tidak ada kendala sama sekali, kecuali saat tes kesehatan yang berhubungan dengan fisik. Dia agak pesimis pada tes ini, tapi tetap optimis karena sudah sejak lama dia selalu pesimis dalam segala hal yang berhubungan dengan fisiknya. Setelah rangkaian tes dijalani, esok hari akan di umumkan hasil tesnya. Dari siswa-siswi yang berasal dari seluruh Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi jawa Barat, dengan jumlah peserta tes sebanyak 150 orang hanya akan diambil sebanyak 70 orang, yang terdiri dari 50 orang putra dan 20 orang putri.
                           Hari pengumuman pun tiba. Para siswa dan siswi peserta tes berkumpul di lapangan apel dan menunggu antrian untuk mendapatkan amplop pengumuman. Suasana haru dan bahagia bercampur baur di tempat itu, setelah para peserta membuka amplop pengumuman kelulusan. Ada yang menangis terharu karena diterima dan ada pula yang menangis karena belum diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Ujang pun berharap-harap cemas. Namun gurunya yang mengambil amplop pengumuman lulus atau tidaknya Ujang dalam tes tersebut. Gurunya mengatakan bahwa amplopnya dibuka nanti saja ketika sudah kembali ke sekolahnya. Ujang agak sedikit kecewa dan penasaran atas apa yang telah dilakukan gurunya. Ketika satu hari setelah Ujang tiba di sekolahnya, diadakan apel dan nama Ujang di sebutkan bahwa ia dinyatakan “Lulus” di BINA SISWA SMA PLUS CISARUA. Ternyata, sebenarnya guru pendamping Ujang sudah mengetahui bahwa Ujang lulus tes dan mendapat beasiswa di BINA SISWA SMA PLUS CISARUA sebelum amplop di bagikan, karena ia menanyakan langsung ke kantornya. Gurunya ingin memberikan kejutan kepada Ujang. Kini Ujang akan mulai menjalani hari-harinya tanpa ditemani oleh keluarganya karena ia akan sekolah di tempat yang letaknya jauh dari kampung halamanya.
                   Impian dan harapannya di masa depan
                           Sekarang Ujang sudah menjadi kelas XI di SMA yang sebentar lagi akan menjadi kelas XII, setelah itu ia akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Ujang mempunyai impian dan cita-cita yaitu ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk itu setelah lulus dari SMA, ia berencana untuk melanjutkan pendidikannya ke IPB (Institut Pertanian Bogor) di Fakultas Agronomi dan Holtikultura, agar sejalan dengan cita-citanya. Ia mempunyai alasan tersendiri, mengapa ia ingin menjadi insinyur pertanian? Tujuannya agar Indonesia menjadi bangsa yang subur dan makmur. Sejak dari dulu, Indonesia selalu mengekspor beras dan berbagai macam hasil pertanian. Namun kenyataannya sekarang, Indonesia malah mengimpor beras, gula, dan hasil pertanian lainnya kepada negara lain. Padahal Indonesia adalah tanah yang kaya dan subur. Oleh karena itu ia ingin menjadi insinyur pertanian. Jika dia punya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, ia ingin melanjutkan  S2 dan S3 di negara-negara yang telah maju dalam bidang pertanian, seperti Jepang yang telah mampu menanam berbagai jenis tanaman di atap gedung dan di bawah tanah tanpa penyinaran matahari. Setelah itu ia juga ingin mendirikan sebuah yayasan pendidikan dan pesantren untuk orang-orang yang tidak mampu, terutama kepada orang-orang yang mempunyai kekurangan fisik seperti dirinya.           
                           Ia ingin Indonesia menunjukkan kejayaannya di tengah arus globalisasi dan pasar bebas saat ini. Ia juga berkeinginan untuk memberangkatkan haji kedua orang tuanya serta ia ingin menjadi bagian dari perubahan Indonesia yang lebih maju. Sungguh mulia cita-citamu, Kawan. Dengan segenap hati dan ketulusan jiwa aku doakan semoga kau sukses di kemudian hari dan dapat mewujudkan mimpi-mimpimu yang belum tercapai. Amiin…






                   Foto Ujang, “Sang Penyandang Difabel”                          Ujang berfoto dengan Penulis
                   Profil  singkat penulis
                          Penulis dilahirkan di Indramayu, 19 April 1995. Penulis pernah menjadi juara pertama pada sayembara tulisan dalam acara “AKU MASUK ITB 2014” tingkat Nasional dan juara pertama “Lomba Mengarang Motivasi” Satya Graha Hotel Yogyakarta se- Jawa. Sekarang penulis baru saja lulus dari SMA NEGERI 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat dan sedang meneruskan pendidikannya ke Institut Teknologi Bandung.


1 komentar: