Minggu, 13 Juli 2014

“AYAHKU SEORANG PEMULUNG, TETAPI AKU SEORANG INSINYUR” (Ceritaku, Harapanku, dan Impianku)



“AYAHKU SEORANG PEMULUNG, TETAPI AKU SEORANG INSINYUR”
(Ceritaku, Harapanku, dan Impianku)
Prolog
Aku, saat ini adalah siswa kelas XII yang sebentar lagi akan merasakan kelulusan dan perpisahan dengan teman-teman SMA. Sebelum itu, aku harus melewati berbagai macam ujian yang bertubi-tubi demi mendapatkan sebuah kata “LULUS”, tetapi tidak hanya kata itu yang aku inginkan,  namun juga ada kata plusnya, “Lulus dengan predikat terbaik”.
            Aku berasal dari keluarga yang kurang mampu, karena ayahku hanya seorang pemulung dan ibuku seorang ibu rumah tangga.Setiap hari, ayahku menyusuri panjangnya jalan pantura di Indramayu dengan gerobak setianya yang selalu menemani untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya.Aku merupakan anak ke-3 dari 5 orang bersaudara, kakakku yang paling sulung bekerja sebagai nelayan dan belum menikah walau usianya sudah 29 tahun. Kakakku yang kedua, masih mencari pekerjaan setelah ia lulus dari SMK jurusan Teknologi Pangan.Selanjutnya 2 adikku,yang laki-laki masih sekolah di bangku MTs dan yang perempuan masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ibuku selalu berharap agar anak-anaknya nanti, kelakkehidupannya lebih baik dari apa yang mereka alami sekarang.
            Sebenarnya aku adalah anak ke-4 dari 6 bersaudara, tetapi sejak 6 Oktober 2010 aku telah menjadi anak ke-3 dari 5 bersaudara karena kakakku yang merupakan anak ke-2 telah “tereliminasi” dari kerasnya kehidupan yang kami jalani. Ia telah kembali kepada Sang Khaliq. Dia terkena penyakit bronchitis yang kronis, karena sering menghisap debu dan asap kendaraan bermotor yang melintasi jalan pantura. Pekerjaanya sama seperti apa yang dilakukan oleh ayahku, yaitu memulung. Dia telah wafat karena penyakitnya tidak bisa diketahui.Dia tidak pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter atau kemanapun, karena batuk yang sering dirasakannya dia kira hanyalah batuk biasa.Barulah ketika satu hari menjelang ajalnya menjemput, dia merasakan dadanya sangat sakit.Lalu paman memberanikan diri untuk membawanya ke rumah sakit, masalah biaya urusan belakangan. Setelah di cek oleh dokter, diketahui bahwa iatelah menderita bronchitis yang akut. Esok harinya kakakku langsung dibawa ke rumah, karena dia telah menghembuskan napasnya yang terakhir pada pukul 02:10 WIB.
            Ya, seperti itulah kisah sedih yang aku ingat sampai sekarang. Aku tidak mau jalan hidupku, seperti apa yang sekarang dijalani oleh ayahku, apalagi sampai mengalami peristiwa tragis seperti apa yang dialami oleh kakakku. Aku ingin mengangkat derajat orang tuaku, serta mengubah kehidupan keluargaku yang sudah lama menderita dengan keadaan seperti ini.



Tahun 2008
            Ketika aku ingin melanjutkan SMP, ayahku bingung memikirkan biaya yang harus dikeluarkan nanti.Sehingga aku disuruh untuk tidak melanjutkan sekolah.Tetapi, ibuku yang selalu mendorong semangatku agar aku melanjutkan sekolah. Untungnya di desaku ada sebuah yayasan  (Yayasan Hasanudin) yang menawarkan sekolah gratis untuk kalangan orang yang yang tidak mampu. Akhirnya aku melanjutkan sekolah di MTs Hasanudin Kandanghaur, yang merupakan sekolah dengan fasilitas seadanyatetapi dengan pengajar yang mempunyai semangat untuk mengajar anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Ibuku menjadi TKW
            Karena bosan dengan hidup yang serba kekurangan, akhirnya ibuku memutuskan untuk pergi bekerja ke Kuwait tepatnya di Kota Kaifan, untuk menjadi seorang TKW (Tenaga Kerja Wanita).Selama dua tahun ibuku  meninggalkan kami sekeluarga, sehingga secara otomatis mulai saat itu ayahku menjadi single parent untuk sementara. Mulai saat itu aku mulai merasakan kesedihan karena aku harus berpisah dengan ibuku untuk waktu yang cukup lama.Aku juga merasa kasihan sekali melihat dua adikku yang usianya jelas lebih rendah dariku.Adikku yang laki-laki, saat itu berusia 8 tahun dan adikku yang perempuan baru berusia 3 tahun.Mereka harus berpisah dengan ibunya. Aku lebih kasihan lagi kepada adikku yang perempuan, sebab di usianya yang masih balita ia tidak bisa merasakan kasih sayang seorang ibu.
Tahun 2009
“Ayah, aku malu, aku nggak mau ngutang lagi…”
Semenjak kepergian ibu, keadaan ekonomi keluargaku ternyata semakin memburuk.Dikarenakan penghasilan memulung yang dilakukan ayahku tidak mencukupi kebutuhan sehari-sehari, maka aku sering disuruh oleh ayahku untuk berutang mie dan telur serta kebutuhan lainnya demi memenuhi kebutuhan perut sekeluarga.Ayah selalu berpesan kepadaku jika hendak berutang, bahwa ia akan melunasi hutangnya di bulan depan karena mendapat kiriman uang dari ibuku. Dan itu pun tidak dilakukan hanya sekali atau dua kali, tetapi setiap hari ke warung yang berbeda.Jadilah aku dibuat malu untuk berutang ke warung lagi karena wajahku yang istilahnya sudah dikenal sebagai “wajah utang”.Tetapi ayahku seperti yang tidak mempunyai perasaan, aku terus saja disuruhnya untuk berutang. Jika aku menolak, ia membentak dengan keras bahkan pernah juga disertai dengan tamparan.
“Ayah, aku malu, aku nggak mau ngutang lagi.”
            “Kenapa harus malu! Kamu masih punya hidung kan?”
Namun, aku juga sadar kalau aku tidak berutang, siapa yang mau memberi makan lagi? Mau makan apa? Mau makan batu? Aku pun memelas kepada pedagang toko atau warung dan beralasan akan membayar tagihan di bulan depan, jika aku sedang berutang. Untungnya para pedagang masih mempunyai rasa iba karena mengetahui aku berasal dari keluarga kurang mampu.Pernah juga, kami harus membagi jatah makan kami karena persediaan beras hanya sedikit.Solusinya, dengan membuat beras menjadi bubur agar makanan yang dihasilkan lebih banyak, atau tetap menanak beras menjadi nasi dengan jatah sepiring berempat.
            Kakakku yang paling sulung bekerja sebagai nelayan, dan hasil dari melaut hanya cukup untuk dirinya sendiri.Terkadang, bisa membantu keuangan ayah, tetapi dalam waktu yang lama sekitar 2 atau 3 bulan.Kakakku yang merupakan anak kedua, akhirnya ikut membantu ayah mencari barang-barang bekas. Ayah berangkat sebelum subuh dan pulang setelah zuhur, dan kakakku berangkat setelah ayah pulang dan kembali menjelang waktu magrib. Mulai saat itu, kondisi ekonomi keluarga mulai membaik.Jika sebelumnya aku harus berhutang ke warung setiap hari, sejak saat itu mulai berkurang, menjadi empat kali atau hanya 3 kali saja dalam seminggu.Uang yang dikirim dari ibuku setiap bulannya belum mencukupi kebutuhan.Uang itu selalu habis untuk membayar hutang selama satu bulan ke belakang serta membayar sebagian tagihan listrik dan air.
Menjadi juara kelas dan juara umum
Semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar sampai SMP, alhamdulillahaku selalu menjadi juara kelas serta juara umum. Walaupun aku tidak terlalu sering belajar kecuali saat akan ulangan, karena waktuku yang disibukkan untuk memulung di siang hari(setelah pulang sekolah) dan mengurus adikku yang masih kecil di malam hari. Tetapi, setiap ada waktu luang aku sempatkan untuk membaca buku apa saja yang aku temukan, misalnya : buku pengetahuan, bukucerita atau potongan-potongan kertas koran sekalipun. Setiap kali guru-guru bertanya atau memberikan kesempatan untuk bertanya, entah mengapa teman-temanku tidak ada yang mengacungkan tangannya.Anehnya, aku bisa menjawabnya karena aku pernah membacanya walaupun di waktu yang sudah lampau. Tak jarang beberapa guru yang aku tanyakan mengenai sesuatu, kadang  tidak bisa menjawab pertanyaanku, karena membutuhkan tingkat analisis yang tinggi sehingga sering dijadikan ‘PR’ bersama. Seperti ketika aku menanyakan kepada Ibu guru fisika,
“ Bu, kalau wujud zat itu hanya ada 3, yaitu : wujud padat, gas dan cair. Maka api dan listrik itu termasuk wujud zat yang mana?”
Guruku pun bingung ketika mendapat pertanyaan tersebut.Ia kemudian menjawab,
“Kalau mengenai itu, ibu belum tahu. Nanti, ibu coba cari lagi di buku, kamu juga bisa cari sendiri yaa di buku-buku yang lain.”
Dikarenakan aku selalu juara kelas dan juara umum, aku pernah diberi hadiah untuk berwisata keliling Kota Jakarta sebanyak dua kali. Untuk ukuran sekolah yang memiliki fasilitas kurang memadai dan terletak di pelosok daerah, memberikan kesempatan bagi siswanya untuk pergi ke luar kota apalagi tujuannya untuk piknik, merupakan sesuatu yang mewah. Selain itu, ketika di SMP aku juga pernah menorehkan prestasi di luar lingkungan sekolah seperti juara 1 kejuaraan catur tingkat kecamatan, juara 2 lomba pidato se-6 kecamatan di Indramayu, dan juara 3 olimpiade matematika se-Kabupaten Indramayu.

Tahun 2010
            Kehidupan sekolahku penuh dengan warna-warni.Ada saatnya aku tersenyum bangga karena selalu mendapatkan nilai bagus dan ada saatnya pula akubersedih karena sesuatu karena ayahku selalu memaksaku untuk bekerja.Pernah, saat itu aku hendak pergi menuntut ilmu namun tiba-tiba dari arah belakang ayahku menarik kerah bajuku sampai aku tercekik dan hampir jatuh.
            Ngapain kamu sekolah?Emangnya sekolah bisa ngasilin duit?Emangnya dengan sekolah kamu bisa jadi insinyur?Udahmendingan mulungaja!”
Akhirnya aku merelakan satu hari emasku, untuk mendapatkan ilmu yang baru dari guru-guruku tersebut.
Ibuku pulang
Pada tanggal 21 Maret 2010, akhirnya ibuku pulang dari Kuwait membawa berbagai macam pakaian, makanan dan oleh-oleh khas negara tersebut.Aku terharu bercampur bahagia menyambut kedatangan ibuku.Kini, anak-anaknya sudah tumbuh dewasa.Ia tidak pernah tahu bagaimana perjalanan hidup yang kami alami di sini. Kami pun tidak pernah tahu apa yang dialami ibu ketika di sana. Ibuku sangat gembira ketika melihat putrinya yang dahulu ia tinggalkan ketika usianya tiga tahun, kini telah tumbuh menjadi anak yang ceria dan sangat berbeda dengan dua tahun lalu ketika ia tinggalkan.
Ketika ibuku mengetahui, bahwa uang yang selalu dikirimkan selalu habis dan keadaan rumah masih sama seperti saat ia tinggalkan sebelumnya, juga utang kepada tetangga dan warung pun masih ada, ibuku sangat kesal sekali kepada ayahku. Karena ayahku, telah menyia-nyiakan uang hasil jerih payahnya selama bekerja di luar negeri.Untungnya ibuku masih bisa membawa pulang sisa uangnya sebanyak sepuluh juta. Dalam waktu satu bulan, uang itu digunakan untuk membayar utang dan masih bersisa sekitar lima juta.
Setelah ibuku pulang, aku berhenti memulung karena kebutuhan hidup sehari-hari sudah terpenuhi. Dalam empat bulan, persediaan uang lima juta tersebut yang digunakan untuk menutupi kekurangan kebutuhan sehari-hari, semakin hari semakin habis. Ibuku sudah tidak betah dengan keadaan ekonomi seperti ini, ia ingin kembali bekerja di luar negeri. Karena kondisinya semakin darurat, akhirnya ayahku mengizinkan ibuku untuk bekerja ke luar negeri kembali sebagai TKW.Kali ini dengan tujuan negara Uni Emirat Arab di Kota Dubai.
Ibuku menjadi TKW kembali
            Sungguh ironis, dalam waktu yang tidak lama setelah kami sekeluarga baru saja menikmati kehangatan bersama ibu.Pada tanggal 3 Agustus 2010, ibuku kembali berangkat ke luar negeri untuk mengadu nasib di negeri orang.Ia meninggalkan anak-anaknya kembali seperti dua tahun silam, kali ini kondisinya lebih menyedihkan. Karena anaknya yang kedua dalam kondisi yang tidak sehat, dia sering batuk-batuk dan tubuhnya semakin hari semakin kerempeng. Kepergiannya kali ini  membuat aku bertanya apakah ibuku sayang kepada keluarganya atau tidak? Pikiran seperti itu sempat muncul dalam benakku. Tetapi jika ia tidak menyayangi keluarganya mana mungkin ia rela bekerja sampai harus pergi ke luar negeri.
Kakakku meninggal dunia
            Setelah keberangkatan ibuku, tanggal 6 Oktober 2010,kakakku yang sedang sakit tersebut telah kembali kepada Sang Khaliq. Dia terkena penyakit bronchitis yang kronis, karena sering menghisap debu dan asap kendaraan bermotor yang melintasi jalan pantura. Pekerjaanya sama seperti apa yang dilakukan oleh ayahku, yaitu memulung. Dia telah wafat karena penyakitnya tidak bisa diketahui.Dia tidak pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter atau kemanapun, karena batuk yang sering dirasakannya dia kira hanyalah batuk biasa.Barulah ketika satu hari menjelang ajalnya menjemput, dia merasakan dadanya sangat sakit.Lalu paman memberanikan diri untuk membawanya ke rumah sakit, masalah biaya urusan belakangan. Setelah di cek oleh dokter, diketahui bahwa iatelah menderita bronchitis yang akut. Esok harinya kakakku langsung dibawa ke rumah, karena dia telah menghembuskan napasnya yang terakhir pada pukul 02:10 WIB.
Tahun 2011
            Ketika mendengar bahwa anaknya telah meninggal dunia, ibuku ingin segera pulang karena ia tidak ingin kehilangan anak-anaknya yang lain. Tetapi karena proses pemulangan tidak semudah seperti apa yang dibayangkan, maka ibuku baru dapat pulang pada bulan Januari 2011.
Setelah lulus dari MTs dengan nilai UN yang cukup memuaskan dan asli tidak mencontek, aku sempat bingung ingin melanjutkan SMA kemana. Semua SMA di sana membutuhkan biaya, yang merupakan momok menakutkan bagi keluargaku. Aku teringat kembali dengan perkataan ayahku, ketika mengetahui aku lulus dari MTs.
            “Kamu tidak usah melanjutkan sekolah, sekolah itu ngeluarin duit! Bukan ngasilin duit! Mendingan ikut ayah bekerja karena bekerja itu menghasilkan uang.Emangnya dengan sekolah kamu bisa jadi insinyur?Udahmendingan mulungaja!”
Pikiran itu pun kubuang jauh-jauh, karena aku masih mempunyai satu harta yang tak ternilai harganya yaitu “mimpi”.Tanpa uang orang masih dapat hidup. Tetapi tanpa “mimpi” orang akan mati karena tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas. Aku membayangkan bahwa aku dapat bersekolah dengan layak dan dapat mewujudkan mimpiku.Di saat aku merenung di dalam kamar, secara tak sadar aku meneteskan air mata.Karena bukan tipikal orang yang suka larut dalam kesedihan maka cepat-cepat aku mengusap air mataku, ketika mengetahui bahwa aku menangis.Dengan menggenggam tanganku sekuat mungkin, aku memukul ubin rumahku keras-keras dan berteriak sekencang-kencangnya. Mulai saat itu, semangat belajarku bergejolak seperti air mendidih dan aku berjanji untuk menjadi seorang insinyur di masa depan, untuk membuktikan bahwa perkataan ayahku hanyalah omong kosong.
Sebenarnya ada sebuah sekolah yang biaya per bulannya masih dapat dikejar tetapi aku tidak mau mendaftar ke sana. Karena sekolah itu merupakan Madrasah Aliyah yang berbasis pesantren.Itu bertentangan dengan mimpiku untuk menjadi seorang insinyur.Hingga datanglah sebuah kabar gembira yang memberi tahu agar aku tetap dapat bersekolah.
Sebuah titik terang dalam kehidupan
            Suatu hari saat aku bersekolah, aku mendengar kabar ada beasiswa yang diperuntukkan siswa lulusan SMP/MTs kurang mampu untuk disekolahkan di SMA bertaraf internasional selama tiga tahun di Bandung. Tepatnya di BINA SISWA SMA PLUS CISARUA Provinsi Jawa Barat yang berasrama. Katanya, aku akan bersekolah di BINA SISWA SMA PLUS CISARUA tetapi melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) intensif di SMA NEGERI 1 CISARUA, Kabupaten Bandung Barat.
Aku pun langsung terkejut sekaligus sumringah mendengarnya.Info tersebut bagaikan angin segar yang berhembus di tengah padang gersang.Kabar tersebut datangnya dari temanku di MTs. Dia mengatakan, bahwa sahabatnya yang bersekolah di SMP NEGERI 1 Kandanghaur, mendapatkan formulir beasiswa untuk melanjutkan sekolah di Bandung.Karena penasaran maka aku pun meminta untuk diantarkan ke rumah orang itu. Setelah bertemu, aku berbincang-bincang sebentar dengannya dan aku pun mendapatkan formulir pendaftarannya.Mulai saat itu terjalin erat persahabatan antara aku dengan anak yang memberikan formulir tersebut.
Mendengar kabar beasiswa ini, ibuku sangat gembira dan mendukung penuh anaknya tersebut untuk mendapatkan beasiswa. Tetapi berbeda dengan ayahku dan memang seperti biasanya ayah khawatir dengan kehidupanku di sana. Soal makan, tempat, tinggal, dan biaya sekolah bagaimana?Lalu aku pun menjelaskan bahwa itu beasiswa penuh yang ditanggung Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama tiga tahun termasuk hal-hal tadi. Namun beberapa pertanyaan kembali membungkam mulutku untuk berbicara.
            Emang dibiayain selama itu? Gimanakalocuma setahun dan dua tahunnya kamu tanggung sendiri biayanya?”
            Terus gimana kalo kamu direkrut jadi anggota NII (Negara Islam Indonesia) terus dijadikan pengantin bom? (saat itu memang NII sedang gencar-gencarnya terjadi di Bandung)”.
Aku memintatolong kepada salah satu guru spiritualku, untuk membicarakan hal ini dengan orangtuaku agar mereka percaya bahwa beasiswa itu benar adannya dan bukan penipuan.Singkat cerita guruku berhasil membujuk ayahku untuk tidak mengkhawatirkan diriku. Tetapi saat mengetahui nilai UN-ku hanya 33,95 akumerasa pesimis untuk mengikuti tes PSB (Penerimaan Siswa Baru) di Bandung.Mungkin, siswa-siswa dari kabupaten/ kota yang lain mempunyai nilai UN yang lebih tinggi.Optimis!” hanya kata itu yang dilontarkan oleh guru agamaku demi membangun semangatku yang hampir runtuh. Beliau juga memberikan wejangan agar aku salat tahajud dan berzikir di malam hari selama40 malam tanpa putus, jika aku bersikeras untuk tetap dapat sekolah. Pada awalnya hal itu sangat sulit dilakukan karena harus mengorbankan waktu istirahatku. Namun karena dibiasakan, akhirnya aku berhasil melakukan amalan tersebut bahkan melebihi waktu yang dianjurkan.
Beberapa hari kemudian ada panggilan dari pihak penyedia beasiswa tersebut, melalui telepon kantor milik sekolah. Setelah mengangkat telepon dan berbincang-bincang ternyata aku lulus tes administrasi dan diundang untuk hadir dalam tes PSB di Bandung. Allah telah mengabulkan satu keinginanku.Lalu aku keluar darikantor, memandang langit luas dan tersenyum.“Aku akan berjuang untuk tes seleksi beasiswa ini,” gumamku dalam hati.
Seribu nikmat dari Allah
Setelah sampai di Bandung aku dan guru pendampingku sempat tersesat di daerah Ledeng. Namun setelah bertanya-tanya kepada warga sekitar, akhirnya aku sampai juga di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Letaknya di atas Kota Cimahi dan kota-kota lainnya di daerah Bandung. Wajar saja ketika keluar dari angkot dan menginjakkan kaki di tanah Cisarua, kami menggigil kedinginan. Gigi-gigikubergemeletukan dan aku menyimpan kedua telapak tanganku di ketiak.
Malam pun tiba. Para peserta PSB sedang berada di kasurnya masing- masing. Beberapa diantara mereka ada yang sedang belajar untuk menghadapi ujian tertulis esok hari, ada yang saling bertukar pengalaman dengan teman-teman barunya, ada yang membaca Al-quran demi dimudahkan masalahnya, dan ada pula yang sudah tertidur dilapisi jaket beberapa lapis karena memang malam itu hawa Cisarua sangat dingin. Dan itu pun dirasakan olehku.Dinginnya suasana malam karena daerah geografisnya dan dinginnya hidup tanpa ditemani keluarga walau baru sehari aku berpisah.Bagaimana kalau aku diterima di sini? Pasti akuakan berpisah berbulan-bulan dengan keluarga, teman-teman, dan kampung halamanku. Tetapi, aku mengobati rasa ‘dingin’ tersebut dengan salat tahajud seperti apa yang dianjurkan oleh guru agamaku dahulu.
Keesokan harinya para peserta PSB menjalani tes akademik.Bagiku, soal-soal IPA dan matematika tidak ada apa-apanya, karena aku memang menyukai keduanya.Kecuali saat aku bertemu dengan soal Bahasa Inggris.Dari dulu, memang aku dan pelajaran Bahasa Inggris tidak pernah akur.Bahkan saat mengerjakan soal Bahasa Inggris di tes akademik, aku merasa kebelet BAB (Buang Air Besar) dan dengan asal aku mengerjakan semua soal.Mau dikerjain ya enggak bisa, mau ditinggalin ya berarti aku telah menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Tetapi karena panggilan alam telah berteriak sedari tadi, maka aku putuskan untuk cepat mengerjakan soal secara lillahi ta’ala karena sudah optimis di soal matematika dan IPA, lalu  akukeluar dari ruang tes dan langsung lari ke toilet.
Hari kedua tes yang dijalani adalah tes kesehatan dan fisik, tes ini merupakan tes yang sangat menyiksa jiwa dan raga.Di dalam sebuah ruangan yang disebut gedung serbaguna, semua siswa di suruh membuka pakaiannya dan hanya menyisakan pakaian dalamnya saja. Kemudian, disuruh lari ditempat, lalu melompat, lari ditempat lagi, semakin cepat, diperlambat, lompat lagi, semakin tinggi, kemudian push up, dan terus saja gerakan tadi berulang-ulang dilakukan tanpa berhenti selama 12 menit. Serta diperiksa seluruh tubuhku, apakah mempunyai tato?Bertindik?Atau mempunyai penyakit dalam yang kronis.
Hari ketiga diadakan tes wawancara dimana banyak peserta PSB yang menangis ketika disuruh menceritakan kehidupan sehari-harinya di rumah.Tetapi tidak denganku.Walau sudah dipaksakan untuk menangis tetap saja air mataku tidak menetes.
Di hari keempat merupakan hari pengumuman kelulusan. Seluruh peserta PSB melaksanakan apel penutupan sekaligus mengambil amplop yang berisi keterangan lulus atau tidaknya. Tanda untuk siswa yang lulus adalah beramplop tebal karena berisi lembaran persyaratan masa orientasi dan untuk yang belum lulus sebaliknya. Banyak peserta yang berkomat-kamit meminta bantuan Allah saat membuka amplopnya.Ada yang menangis terharu karena diterima dan ada pula yang menangis karena belum diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Dari 150 peserta PSB hanya diambil 70 orang yang terdiri dari 50 orang putra dan 20 orang putri. Maka dari itu aku belum berani untuk membuka amplopku dan kembali pesimis untuk bisa masuk ke dalam daftar 50 orang tersebut.Lalu aku meraba-raba amplopku dan dirasakan bahwa amplopku tipis.Namun sebenarnya aku tidak bisa membedakan mana amplop yang tebal dan mana yang tipis.Semakin besarlah rasa pesimisku itu.
Ketika sedang menunggu bus, aku mendengar kabar dari dua orang alumni yang ikut bersamaku bahwa ada dua orang yang berasal dari Kabupaten Indramayu yang lulus seleksi. Dan diketahui bahwa akulah dan temankusatu lagi yang belum membuka amplop.Sedangkan, siswa yang berasal dari Kabupaten Indramayu lain, sudah membuka amplopnya dan mereka dinyatakan tidak lulus. Karena penasaran maka aku merobek amplopku dan mengeluarkan dua buah kertas dari dalam amplop tersebut.Salah satu amplop berisikan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dibawa untuk masa orientasi. Lalu mataku berkaca-kaca dan terus mengulang membaca surat tersebut. Dalam hati aku mengucapkan hamdalah dan langsung pergi ke musala di SPBU terdekat untuk melaksanakan salat duha.Tak henti-hentinya aku memuji asma Allah ketika mimpi besarku untuk melanjutkan sekolah dikabulkan.
Tahun 2014
Aku Rindu Kalian
Cuaca di luar sedang tidak bersahabat. Halilintar menjilat-jilat permukaan bumi, angin berhembus kencang memaksa pohon-pohon untuk terlepas dari akarnya, dan puluhan liter air  turun membasahi bumi Bandung yang sudah lama berharap diguyur hujan.Sedangkan di meja belajar, aku sedang duduk memandangi sebuah potret usang bergambar keluargaku yang sedang bersantai di halaman rumah.Secara perlahan aku mengusap potret ayahkuyang seakan sedang menatap wajahku. Sepertinya, aku sangat merindukan keluargaku yang berada di Indramayu sana, karena sudah lama aku tidak bertemu mereka. Merasa sia-sia membuang waktu dengan meneteskan air mata kerinduan ini, aku kembali mendalami pelajaran-pelajaran yang belum aku kuasai walaupun jam dinding sudah menunjukkan pukul 23:30 WIB.

Impian dan harapanku di masa depan
            Tak terasa masa pendidikanku di Bandung sebentar lagi akan berakhir. Masa-masa indah SMA-ku telah kulewati tanpa kehadiran orang tua di sisiku. Aku kira, aku tidak akan rindu seperti ini. Aku kira, aku tidak akan sedih seperti ini. Ternyata jauh dari orang tua membuatku sadar, bahwa sekeras apapun dan sekasar apapun ayahku, aku tetap merindukannya ketika ia jauh di sisiku. Hingga akhirnya, dalam waktu yang tidak lama lagi aku akan melewati garis finish pada jenjang Sekolah Menengah Atas ini.
            Sekaranglah waktunya bagi diriku untuk benar-benar dalam merencanakan masa depan. Mulai dari sekarang aku harus menentukan tujuan dan pilihan yang tepat sesuai dengan bidang yang aku minati disertai dengan kemampuan yang aku miliki.Sejak dari MTs, perguruan tinggi yang aku tahu hanya ITB. Jika aku ditanya oleh guru atau orang lain, “Apakah kamu ingin kuliah?”, aku akan jawab “Ya, aku ingin kuliah, Insya Allah”. Mereka kembali bertanya, “Kemana kamu akan kuliah?”, aku langsung menjawab, “ITB. Institut Teknologi Bandung.” Tetapi memang pada saat itu aku belum tahu fakultas apa yang akan aku pilih karena aku belum mengerti.
            Aku menjadi lebih banyak tahu tentang ITB ketika aku duduk di bangku SMA, karena ternyata banyak juga siswa-siswi yang ingin melanjutkan pendidikannya ke ITB. Untuk sekarang, apabila aku ditanya, “Apakah kamu ingin melanjutkan kuliah?” maka bukan jawaban “Ya” atau “Tidak” yang akan aku katakan. Tetapi aku akan menjawab dengan semangat dan detail, “Aku akan melanjutkan kuliah ke ITB fakultas STEI (Sekolah Teknik Elektro dan Informatika) karena aku menyukai teknik elektro dan menjadi mahasiswa terbaik disana serta menjadi sarjana teknik yang dapat diandalkan dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain”.
            Ketika aku sudah menjadi mahasiswa di ITB, aku tidak akan bermalas-malasan, walaupun rasa malas atau bosan akan aku ditemui nantinya. Aku tidak mau menyia-nyiakan pendidikanku yang telah aku perjuangkan itu, karena orang tuaku yang berada di desa sedang menanti kedatanganku dengan menyandang gelar “Sarjana Teknik”. Aku akan menggeluti bidangku dalam teknik elektro, aku ingin sekali bisa menciptakan sebuah robot. Aku akan membuat robot multifungsi yang dapat menyelesaikan seluruh masalah yang rumit sekalipun untuk membantu manusia.
            Di ITB aku tidak akan mungkin tinggal diam, aku akan aktif mengikuti organisasi-organisasi yang ada di ITB dan menjadi orang terpenting didalamnya. Pokoknya, aku sudah siap dengan atmosphere yang akan aku rasakan ketika menjadi mahasiswa di ITB nanti. Aku akan mengikuti kompetisi-kompetisi tingkat nasional bahkan kalau bisa sampai ke tingkat internasional dalam kompetisi “Robot Cerdas”. Itu semata-mata aku lakukan untuk menambah wawasanku serta mengangkat namaku dan yang pasti nama almamater ITB.
            Selanjutnya, setelah aku lulus S1 dan menjadi “Sarjana Teknik” ITB, aku akan melanjutkan pendidikanku yaitu S2 dan S3 di Jerman. Setelah itu, barulah aku akanmengembangkan ilmu yang aku dapatkan dari ITB dan Jerman. Kemudian aku akan“mentransfer” ilmuku kepada anak-anak yang ingin melanjutkan sekolah tetapi tidak mempunyai biaya.
Aku ingin sekali mendirikan sebuah yayasan pendidikan yang menampung seluruh anak-anak yang tidak bisa sekolah karena masalah biaya dan untuk anak-anak jalanan. Selanjutnya aku akan mendirikan sebuah gedung besar yang berisi peralatan elektronik, mekanik, material, mesin-mesin, serta alat-alat praktikum sains yang menarik untuk melakukan eksperimen dan penelitian, yang letaknya berdekatan dengan yayasan pendidikan yang aku dirikan sendiri. Sehingga, apabila siswa-siswi yang berada dibawah naungan yayasanku sedang jenuh dalam belajar, akan kuajak mereka jalan-jalan ke gedung tersebut untuk mencoba peralatan sains yang ada di gedung tersebut agar mereka senang.
            Kemudian, aku akan membangun desaku menjadi desa yang maju dan makmur. Serta masyarakatnya tidak buta terhadap pendidikan dan pengetahuan apalagi sampai ketinggalan informasi juga tidak ada anak-anak yang hanya lulus SD atau SMP saja. Setelah desaku sudah maju, maka kecamatanku harus menjadi kecamatan yang maju, lalu kotaku akan kujadikan kota yang mandiri dan menjadi percontohan bagi kota-kota yang lain. Jika Allah masih mengijinkan kesempatan kepadaku, maka aku akan membuat Provinsiku menjadi Provinsiunggul dan terdepan dalam segala bidang. Setelah itu,aku akan membuat Indonesiaku tidak lagi dikatakan sebagai negara yang ketinggalan teknologi, karena Indonesia telah mampu membuat alat-alat yang canggih sendiri, tanpa perlu bantuan dari negara manapun. Indonesia bukan lagi negara konsumtif, tetapi menjadi negara produktif, lalu aku akan mengibarkan Sang Saka Merah-Putih diatas puncak tertinggi Mount Everest. Sekarang aku bisa membuktikan kepada ayahku, bahwa aku bisa menjadi “insinyur”.Bahkan, lebih daripada itu karena aku telah membuat Indonesia tidak dianggap remeh di mata dunia.Namaku akan dikenang oleh seluruh rakyat Indonesia walaupun aku telah meninggalkan dunia ini. Seperti itulah, kisah hidup dan cita-citaku semoga bermanfaat bagi para pembaca dan semua cita-citaku dapat terwujud. Amin…
 
Biodata Penulis
Nama               : Jajat Sudrajat Iskadir
Sekolah           : SMA NEGERI 1 Cisarua, Kabupaten                                     Bandung Barat
Alamat tinggal            : Asrama BINA SISWA SMA PLUS            CISARUA Prov. Jawa Barat Jln. Terusan Kolonel           Masturi No.64 Kec. Cisarua Kab. Bandung Barat            40751.

1 komentar: